Kolaka Timur, Mediasekawan.com. – Dari kisruh harga Rp5.100 hingga keputusan bersejarah di DPRD, perjuangan panjang petani Kolaka Timur akhirnya membuka jalan bagi pembangunan infrastruktur pascapanen besar-besaran dari Bulog pusat. Gejolak harga gabah yang sempat anjlok hingga Rp5.100 per kilogram mengguncang petani Kolaka Timur. Situasi itu memicu rentetan aksi dan manuver politik yang akhirnya menarik perhatian pemerintah pusat. Kini, hasilnya mulai terlihat: Bulog mengalokasikan pembangunan gudang gabah besar, mesin pengering (dryer), pembersih padi, hingga penggilingan berkapasitas tinggi di wilayah ini.
Awal kisruh bermula dari jatuhnya harga gabah di bawah Rp6.500 per kilogram, angka yang seharusnya menjadi patokan sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2025 dan Surat BAPANAS Nomor 16 Tahun 2025. Kedua regulasi itu dengan tegas memerintahkan agar gabah petani dibeli oleh pengusaha maupun Bulog dengan harga minimal Rp6.500.
Namun di lapangan, kenyataan berkata lain. Di Desa Ambapa, Kecamatan Tinondo, tengkulak hanya berani menawar Rp5.100 per kilogram.

Situasi ini menimbulkan gelombang protes dari petani, termasuk di Kelurahan Atula, Kecamatan Ladongi, yang merasa tak lagi dilindungi kebijakan harga. Saat itu, Suprianto, Ketua Komisi II DPRD Kolaka Timur, turun langsung ke lapangan memediasi keluhan para petani bersama pihak Bulog. Sayangnya, solusi tak kunjung muncul.
Sebagai bentuk tekanan politik, Fraksi Gerindra DPRD Kolaka Timur mengambil langkah tegas — walk out dari rapat paripurna pembahasan KUA-PPAS Anggaran Perubahan. Aksi itu menjadi sinyal kuat agar pemerintah daerah segera bertindak menyelamatkan harga gabah petani.
Hanya berselang seminggu, gejolak makin memuncak. Ratusan petani menggelar aksi demonstrasi di kantor DPRD Koltim, menuntut harga gabah kembali sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Tekanan publik ini akhirnya membuahkan hasil.
Bulog menyatakan siap membeli gabah petani dengan harga Rp6.500 per kilogram sesuai instruksi presiden.
Puncaknya terjadi saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Koltim. Dalam forum tersebut, Bupati Kolaka Timur mengeluarkan surat edaran resmi yang melarang pedagang membeli gabah di bawah HPP. Bagi pelanggar, sanksinya jelas: pencabutan izin usaha penggilingan.
Langkah ini menjadi titik balik. Bulog pusat merespons dengan mengalokasikan anggaran pembangunan infrastruktur pascapanen di Kolaka Timur. Proyek itu meliputi pembangunan gudang gabah besar, dryer atau mesin pengering modern, alat pembersih padi kapasitas besar, serta Rice Milling Plant (RMP) berteknologi tinggi.
“Kesejahteraan petani adalah harga mati. Ini bukan sekadar soal harga gabah, tapi soal martabat dan masa depan petani kita,” ujar Suprianto, anggota DPRD Koltim yang menjadi salah satu motor perjuangan di lapangan.
Keberhasilan ini menjadi bukti nyata sinergi antara DPRD dan Pemerintah Daerah Kolaka Timur dengan Perum Bulog Pusat dalam memperjuangkan nasib petani.
Dari sawah hingga meja rapat, dari keluhan rakyat hingga keputusan strategis — perjuangan itu kini membuahkan hasil nyata./AL.