JAKARTA, Mediasekawan.com. = Kabar kenaikan anggaran reses anggota DPR RI menjadi Rp702 juta per anggota memicu perhatian luas publik dan gelombang kritik di media sosial. Banyak pihak menilai langkah ini tidak sensitif terhadap kondisi ekonomi masyarakat serta berpotensi memicu ketegangan sosial seperti yang pernah terjadi pada Agustus 2025.
Kala itu, aksi unjuk rasa di berbagai daerah berujung pada kerusuhan dan pembakaran fasilitas publik, dipicu oleh ketidakpuasan terhadap kebijakan keuangan DPR. Kini, dengan mencuatnya kabar kenaikan dana reses, publik kembali khawatir peristiwa serupa dapat terulang. Sebagian warganet bahkan menilai DPR seolah “menelikung Presiden Prabowo Subianto” yang tengah berupaya membangun citra pemerintahan efisien dan pro-rakyat.
Menanggapi sorotan tersebut, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan bahwa dana reses tidak ditentukan oleh anggota DPR, melainkan oleh Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI.
Menurut Dasco, pada periode 2019–2024 dana reses per anggota ditetapkan sebesar Rp400 juta. Sementara untuk periode 2024–2029, Setjen DPR melakukan penyesuaian terhadap indeks kegiatan dan jumlah titik pelaksanaan reses sehingga totalnya menjadi Rp702 juta.
“Jadi itu bukan kenaikan. Itu adalah kebijakan per periode anggota DPR yang berbeda. Kalau periode 2019–2024 indeks dan jumlah titiknya berbeda,” jelas Dasco kepada wartawan, Sabtu (11/10/2025).
Ia menegaskan, perubahan nominal tersebut merupakan penyesuaian administratif, bukan keputusan politik atau usulan pribadi dari anggota DPR.
“Yang mengusulkan itu Setjen DPR. Anggota DPR hanya menjalankan saja kebijakan tersebut,” lanjutnya.
Dasco juga membantah anggapan bahwa dana reses digunakan untuk kepentingan pribadi anggota dewan. Menurutnya, dana itu sepenuhnya dialokasikan untuk kegiatan serap aspirasi masyarakat di daerah pemilihan (dapil) masing-masing.
“Reses adalah kegiatan serap aspirasi konstituen dengan berbagai bentuk kegiatan seperti bakti sosial, dialog publik, dan fungsi pengawasan di dapil masing-masing,” ujar Ketua Harian DPP Partai Gerindra itu.
Iamenambahkan, kegiatan reses tidak dilakukan setiap bulan, melainkan empat hingga lima kali dalam setahun, sesuai dengan jadwal kerja DPR.
“Anggota DPR hanya menjalankan tugas yang sudah dirancang oleh Kesekjenan DPR,” pungkasnya
Analisisis
Kenaikan anggaran reses ini berpotensi menjadi isu sensitif di tengah upaya pemerintah menekan belanja publik dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara. Tanpa komunikasi publik yang efektif, kebijakan ini bisa dianggap sebagai langkah yang kontraproduktif terhadap semangat efisiensi dan keadilan sosial yang diusung pemerintahan Prabowo–Gibran.